Lembar Baru
Hari itu
semuanya nampak buram, semua kenangan yang tersusun secara rapi dan sistematis
seakan hilang bak terkena sambaran kilat. Semua senyum, semua tawa, semua canda
seakan tiada guna, untuk menorehkan kembali kenangan-kenangan manis yang
diluluh lantahkan oleh sebuah kisah, sebuah kalimat yang tak akan ingin di
dengar kembali.
Semua pergi
selayaknya rembulan yang pergi disongsong sang mentari pagi di hari yang begitu
dingin, dimana matahari sedang terik-teriknya. Semua menjadi melankolis seakan
segala yang tertangkap oleh kornea menjadi lambat, bahkan nyamuk pun terlihat
lambat melayang-layang mencari seonggok daging yang masih segar untuk berbagi
darah.
Tunduk merunduk
seperti padi seakan tak lagi berguna untuk di implementasikan di hari itu, hari
dimana semua musik menjadi melow, semua rasa bercampur menjadi satu sehingga
hanya eksis satu rasa, bahkan rasa ini tak terterjemahkan oleh kata.
Terkadang hari
begitu lama rasanya, namun juga bulan begitu cepat berlalu, sehingga rasa itu
semakin bertambah dan berkurang sehingga logika tak mampu menandingi tendangan
dari rasa tadi. Semua yang berhubungan dengan melankolis seakan di dewakan,
namun semua yang romantis menggerogoti hati yang semakin meredup.
Begitulah kunci
yang telah sekian lama tertutup rapat telah terbuka namun tertutup kembali,
rasio tak mampu lagi berjalan dengan sistematis, semua yang terucapkan layaknya
sampah-sampah yang dahulunya bersemayam di dalam tempurung kepala. Berteman
dengan sepi, tertawa dalam sepi, menangis di dalam tertawaan.
Lembar baru yang
tadinya terangkai kata-kata yang indah seakan hilang, bukan lagi lembar demi
lembar, namun semua hilang bersamaan rasa yang kini mengganti. Tak ingin
mengisi lembar selanjutnya dengan coretan-coretan tinta kepedihan, maka
lembaran itu hanya dibiarkan kosong kembali, dibiarkan usang kembali tanpa
peduli tinta-tinta yang datang untuk menorehkan kenangan manis yang baru.
Bahkan ketika
bertatap, tak ada lagi nafas yang terbuang lewat kata, karena mata hanya bisa
bertanya, tidakkah engkau lihat apa yang terjadi?, semua menjadi tanya ketika
mulut mulai bungkam dan topeng telah terpasang rapi. Kita bahkan hanya perlu
berbagi cerita sejenak, dan melupakan semua cerita yang tlah terucap, sehingga
nafas hanya terbuang bersama pedih yang tersimpan.
Lembaran baru
tak berguna lagi untuk menorehkan tinta-tinta kenangan, karena hanya kalimat
duka yang menghiasi lembaran-lembaran duka.
Komentar
Posting Komentar