Debu

detik berdetak seperti hati yang senantiasa menjaga ritmenya
jarum jam berputar seperti pikiran yang senantiasa berkutat dengan hal-hal yang merampas pikiran

   hari itu, seperti hari-hari biasanya, seperti rutinitas biasanya, seperti raut wajah biasanya yang tetap sama ketika kuawali langkah kaki kekampus merah yang katanya tercinta.
hanya beberapa waktu yang harus kurampas dari kehidupanku yang biasanya, hanya demi amanah yang disematkan kepada tubuh kurus ini, amanah yang berasal dari sebuah pilihan.
malam itu, kehidupan malam kampus sama seperti biasanya, dipenuhi dengan kepala-kepala ideal yang berkutat dengan aktifitas-aktifitas organisasi hinggat mereka menyematkan dirinya sebagai aktifis kampus.      Diriku pun sama, dipenuhi oleh kertas-kertas penuh dengan tulisan nama-nama yang satu pun tak ada kukenal, dipenuhi oleh segelintir orang-orang yang merasa senasib dengan diriku sewaktu pertama kali menyematkan nama Mahasiswa, tidak ringan perjuangan untuk menjadi Mahasiswa, kini diriku diharuskan menjadi ketua panitia dalam salah satu prosesi agar siswa bisa menjadi Mahasiswa.
Saat itu, beberapa mata memandang hanya sekedar menyapa, menyapa tubuh kurus yang hampir tertiup angin karena beratnya amanah yang dipegang. Namun, ada sepasang mata yang dari sebelumnya terus mengawasi, namun tak berani untuk menyapa walau hanya satu kata. Mungkin kesibukan hari itu hanya membuatku terfokus untuk mensukseskan kegiatan, karena diriku hanyalah pelayan.
Tidak terasa malam mulai menampakkan dirinya, diriku pun terhanyut dalam romatisme keheningan malam, suara-suara yang tadinya jelas seakan-akan mulai memudar dalam telinga. Mata pun mulai berat untuk sekiranya menatap langit-langit ruangan, hingga tertutup rapat.
Ada suara yang sedikit mengganggu istirahatku malam itu, suara derin handphone yang kusimpan didekat telinga agar kiranya diriku dapat terbangun untuk keesokann harinya, sebuah pesan singkat dari kontak yang sudah lama tak mengirimkan pesan, "kalo tdk ada tdrnya, tdk usah mandi besok". Entah ada angin apa, ataukah di "bajak" oleh siapa, hingga kontak itu mengirimkan pesan sedemikian rupa yang menghasilkan banyak tanya, mungkin karena mata sudah tak sanggup untuk terbuka, akhirnya pesan singkat itu kuhiraukan begitu saja.
   Matahari begitu cepat datangnya, bahkan petang semakin menjadi. kegiatan yang tadinya merampas waktu dan tenaga akhirnya selesai juga, waktunya kembali ke aktifitas semula, namun sosok itu dari kejauhan menampakkan dirinya, dengan nada agak malu dia mulai bertanya, entah setahun lalu diriku tak lagi mendengarkan suara yang mampu menggetarkan hati kembali, menanyakan sesuatu yang tak pernah terduga, mengantarkannya pulang kerumah dengan aman, itu tuturnya.
Sepertinya aneh ketika hati mulai bertanya, bukankah itu hal yang sangat dirindukan sekian lamanya. 
   Beberapa hari setelah kejadian itu, tak kudengar lagi suara sejuk nan indah, tak kusapa lagi dering handphone dengan kontak yang sama, tak kulihat lagi wajah cerah yang mampu memberi semangat.
Kembali tak kusapa lagi dirimu dalam diam, tak kulihat lagi wajahmu dalam gelap.
Romantisme-romantisme masa lalu hanya berkutat dalam benakku, yang mulai cemburu saat dirimu menjauh, saat waktu merampas dirimu dalam pelukanku, saat diriku mulai mengerti bahwa rindu mulai menjadi debu yang menemanimu saat kau sendiri.
Debu yang dulunya kita anggap sebagai kotoran, ternyata mempunyai makna yang luar biasa
Debu yang kita selalu bersihkan, ternyata melindungi benda yang kita punya saat tak tergunakan
Biarlah diriku bermakna debu

Komentar

Postingan Populer