Senja Memerah Seperti Pipimu
Sore tadi sebenarnya seperti sore-sore biasanya, tidak diselimuti oleh awan gelap, cukup cerah untuk mereka yang gemar berolahraga. Padahal akhir-akhir ini, langit sedang senang-senangnya menumpahkan airnya sebagai pertanda rezeki bagi mereka-mereka yang bersyukur.
Bagaikan ledakan yang terkungkung
pada seonggok tulang terlapisi kulit, sesuatu yang merambat padaku tanpa
kuketahui kapan dimulai. Seakan-akan semuanya telah berlangsung sangat lama,
tanpa aba-aba dia merangsek masuk, tanpa permisi pun kupersilahkan untuk
mengelilingi duniaku, mengambil alih segala pikirku, menguasai akalku.
Kamu lihat langit sore tadi,
warnanya kemerah-merahan, seperti pipimu saat kupandangi. Kuyakinkan diriku
bahwa itu merupakan pantulan langit sore tadi, semakin kutatap, semakin
memerah, bahkan saat langit mengubah warnanya sebagaimana perintah-Nya, tetap
pipimu masih memerah.
Sore tadi cukup kudefinisikan melalui penggalan puisi Sapardi Djoko Damono - Aku Ingin
"aku ingin mencintaimu dengan sederhana;
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu
aku ingin mencintaimu dengan sederhana;
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada”
Memang benar, tidak ada yang mampu menyembunyikan gelagat orang yang sedang jatuh cinta, seperti kita belakangan ini, pikirku dan kuharap juga pikirmu.
Komentar
Posting Komentar