Masih Se-Bangsa-kah?
Ada orang yang
mengatakan bahwa ketika kita ingin
membicarakan sesuatu, kita harus berangkat dari definisi. Nah, kita
beranjak dari definisi bangsa dahulu, definisi ini dikeluarkan oleh para ahli
dari berbagai jaman berbeda. antara lain:
·
Menurut Ernest Renan (Perancis)
Bangsa adalah
sekelompok manusia yang berada dalam suatu ikatan batin yang dipersatukan
karena memiliki persamaan sejarah, serta cita-cita yang sama.
·
Menurut Otto Bauer (Jerman)
Bangsa merupakan
sekelompok manusia yang memiliki persamaan karakter karena persamaan nasib dan
pengalaman sejarah budaya yang tumbuh berkembang bersama dengan tumbuh
kembangnya bangsa.
·
Menurut Ben Anderson
Bangsa merupakan
komunitas politik yang dibayangkan dalam wilayah yang jelas batasnya dan
berdaulat.
·
Menurut Hans Kohn
Bangsa itu terjadi
karena adanya persamaan ras, bahasa, adat istiadat dan Agama yang menjadi
pembeda antara bangsa satu dan bangsa lain.
berangkat dari definisi diatas,
ternyata bangsa tidak lepas dari persamaan, nasib dan lain halnya yang
dirasakan bersama.
Indonesia,
selalu kita lekatkan kata ke-bangsa-an di awalnya, bangsa Indonesia dengan
alasan kita mempunyai landasan historis dan nasib yang sama dahulu kata,
seperti yang dikatakan tan malaka tentang bangsa Indonesia, kemudian
dilanjutkan dengan perkataan bapak revolusioner yang disematkan kepada soekarno
sebagai presiden pertama Indonesia dalam setiap pidatonya untuk membangkitkan
rasa persamaan itu, pada zamannya.
Pada zamannya
saya katakan, karena konsep kebangsaan memang paling tepat untuk menyatukan
rasa masyarakat Indonesia pada waktu itu yang merasakan penjajahan yang nyata, untuk
menciptakan rasa pemberontakan terhadap penindasan yang rasanya jika kini kita
mengingat, dapat meneteskan air mata kita, karena semangat untuk merdeka itulah
sehingga kita dapat merasakan kemerdekaan secara territorial.
Kini, apakah
kita masih bisa beranggapan kita adalah sebangsa, dengan pembagian-pembagian
kelompok yang begitu nyata dihadapan kita, pembagian kasta yang tersusun rapi
dengan era modernisasi yang semakin hari semakin menghilangkan budaya Indonesia
yakni gotong royong.
Saya beranggapan kita tidak
pantas lagi menyematkan kata bangsa itu di depan kata Indonesia, dengan melihat
definisi dari bangsa tadi, kita sudah tidak memiliki landasan nasib yang sama,
kita hanya memiliki landasan historis yang terekam secara samar di
manusia-manusia Indonesia sekarang.
Jika dahulu orang
tertindas dapat mengatakan “kita sama dalam rasa penindasan ini, kita senasib
dalam menjalani hidup ini, kita tertindas”, namun sekarang, apakah masyarakat
yang berada dalam posisi menindas tetap berani mengatakan kita senasib dalam
hal ini?, apakah ada orang yang tertindas rela mengatakan senasib dengan kaum
penindas sekarang? Dahulu, kaum penindas adalah bukan dari Indonesia itu
sendiri, mereka orang-orang tinggi, putih dan rapi yang menggunakan bahasa yang
tidak dimengerti, namun sekarang kaum penindas itu serupa dengan kaum
tertindas, tidak ada pembeda secara materi manusia, namun yang sangat
membedakan ialah sifat akan penindasannya.
Bangsa-bangsa
kecil yang muncul kemudian, bisa saya tarik dari bangsa yang memiliki persamaan
nasib dalam suku, persamaan nasib dalam agama, persamaan nasib dalam ras,
perssamaan nasib dalam budaya, bahkan kondisi Indonesia sekarang ada bangsa
baru yang muncul, persamaan nasib dalam partai politik.
Kita sedang
krisis kebangsaan, dimana kata “bangsa” itu sendiri dengan mudahnya terlontar
dari mulut-mulut manusia Indonesia yang sebenarnya tidak sesuai denga realitas
yang terjadi, kita bukan lagi bangsa dengan persamaan nasib yang tidak lagi
sama secara keseluruhan,hanya bangsa-bangsa kecil yang kini muncul, bangsa
penguasa dan bangsa tertindas.
Permohonan maaf
saya sampaikan kepada founding father Negara
ini dengan konsep kebangsaan yang begitu ideal dan begitu luhur dipaparkannya,
tapi kini saya berani mengatakan, kita sudah tidak sebangsa lagi dalam skala Indonesia,
saya mungkin ada dibagian bangsa-bangsa baru yang saya pahami memiliki
persamaan nasib dengan saya, terlepas dari landasan historis Negara Ini
Mengutip
perkataan soekarno, “jas merah”. Kini kita berani mengatakan sesuatu atas nama
sejarah, tapi kita tidak mengerti makna dari sejarah itu sendiri. Kita
Indonesia, telah terjajah oleh Indonesia itu sendiri, dan apakah kita akan
menjadi bangsa yang baru, apakah semangat kebangsaan kita kembali muncul
nantinya dengan konsep kebangsaan yang baru, ataukah kita tetap menggunakan
sejarah sebagai alasan untuk menutupi ketimpangan yang terjadi.
Hal
yang terlupakan, kita mempunyai landasan historis yang sama, kenapa kita
menjadi individualistik, kita mempunyai sejarah nasib yang sama, sama-sama
pernah terjajah, tapi kenapa kita menjajah negeri kita sendiri, yang lebih
parah Indonesia memiliki ideologi, tapi dengan mudahnya idelogi itu tergantikan
dengan hal-hal yang terbungkus rapi atas nama modernisasi.
Begitu
kejamnya kita berdiri diatas nama sejarah, begitu kejamnya kita menafikkan
sejarah, begitu kejamnya kit menafikkan ideologi Negara, begitu kejamnya kita
menindas diri kita sendiri.
“Kita mungkin sebangsa dalam kata, tapi tidak dalam realita”
Komentar
Posting Komentar