Bendera di ujung Lorong

Sebuah simbol hanya akan menjadi simbol dan akan terlupakan
Hari ini kita kembali merayakan hari kemerdekaan bangsa Indonesia, kemerdekaan yang seharusnya merdeka dari penjajahan, tapi sekarang segelintir orang hanya merdeka secara territorial, segelintir lagi tidak!
Salah satu ciri khas menyambut kemerdekaan Indonesia ialah banyaknya umbul-umbul dan bendera merah putih terpasang baik itu dijalan, kantor-kantor pemerintahan, dan juga rumah-rumah warga, walaupun dengan sedikit paksaan pejabat setempat dengan alasan hari kemerdekaan harus dirayakan oleh segenap bangsa dengan mengibarkan bendera sebagai salah satu simbolnya.
Memang atmosfer saat hari kemerdekaan itu berbeda dengan hari-hari lainnya. Hari kemerdekaan Indonesia rasanya seperti hari dimana tenggorokan kering dan telinga sumpek dibumbui dengan omongan kosong para pejabat yang hanya meneriakkan kemerdekaan pada hari ini saja, besok yah kita tidak tahu perselingkuhan siapa lagi yang akan terbongkar atau perselingkuhan dengan apa lagi mereka menjajah bangsanya sendiri, lewat penggusuran tanpa kompensasi, lewat penindasan kaum lemah, lewat pendidikan tentunya lebih asik. Hah!
Kemerdekaan mungkin tidak pernah dirasakan oleh segelintir kaum kelah bawah, kemerdekaan itu ialah kenikmatan, kenikmatan terlalu nikmat dengan para penguasa, namun tidak untuk kelas bawah. Kesetaraan itu tidak ada gunanya ketika raja-raja modern berpakaian rapi itu mengira bahwa dia adalah utusan tuhan dengan mementingkan ego sendiri dengan selingkuhannya.
Mungkin salah satu symbol kemerdekaan kita ialah bendera merah putih, yang mengingatkan kita sumpah para pendiri bangsa bahwa penjajahan diatas dunia harus dihapuskan, jangan piker penjajahan hanya kerja paksa atau perbudakan, penjajahan juga diartikan sebagai pembatasan untuk meneriakkan kebenaran dan kebajikan.
Saya ingat kembali salah satu lorong sempit ditengah kota yang mengatas namakan kota dunia. Yah, lorong itu sangat sempit dan kumuh untuk level kota dunia. Didalam lorong itu beragam etnis dan kebudayaan tinggal dengan rasa was-was karena telah banyak mendapatkan ancaman dan tindakan subversiv oleh pemegang kekuasaan, banyak yang diancam, bahkan berapa kali terjadi kebakaran yang menghanguskan harta benda walaupun tidak seberapa disbanding dengan uang untuk melaksanakan upacara bendera.
Banyak yang mengatakan daerah itu rawan akan konflik karena tingkat pendidikan mereka hanya sebatas smp atau bahkan tidak pernah mengenal bangku pendidikan sama sekali. Satu lagi hilangnya pemerintah. Mungkin karena kebodohan mereka yang disengaja untuk suatu hal yang dianggap penting buat para elit-elit untuk dimanfaatkan tiap lima tahun sekali mungkin.
Sebagai mahasiswa yang kebetulan ditempatkan disana, rasa kasihan pun muncul ketika mendengar cerita warga disana yang sangat menyentuh dan silat mata yang dilakukan oleh penguasa yang luar biasa hebatnya, wajarlah mereka pernah sekolah juga. Namun, yang mereka masih tetap tertawa dan berbicara menggebu-gebu seakan mendengar suara jantungku yang sudah sangat lemas mendengar cerita mereka. Mereka membangkitkan semangat pemuda sepertiku, yang seharunya menyamangati mereka untuk tetap berjuang tentang kebenaran, bukan beralaskan hukum yang telah dipoles melalui kata-kata romatis sehingga pendengarnya muntah darah.
Selain semangat mereka yang membuatku kagum, bendera merah putih yang hari ini hanya dipajang pada saat 17 agustus, mereka pasang pintu masuk lorong itu walaupun sudah lusuh akibat dimakan umur dan polusi kendaraan yang kian hari kian memadati kota, mungkin salah satu unsure menjadi kota dunia adalah banyaknya jumlah jalanan yang macet sehingga pertumbuhan kendaraan harus diperbanyak, bukannya transportasi umum yang hanya sebatas halte saja.
Awalnya saya melihat kalender dan penanggalan nasional, apakah ada hari peringatan yang saya lewatkan, namun tak ada hari nasional pun yang saya dapatkan. Mungkin pandangan saya waktu itu adalah bendera merah putih hanya dikibarkan pada saat hari-hari nasional saja. Namun, bendera merah putih itu tetap berkibar bahkan sampai hari ini, entah sejak kapan karena saya tidak sempat menanyakan hal demikian.
Bendera itu mungkin lambang kemerdekaan mereka yang telah dicabut oleh penguasa dengan cara semena-mena, tidak salah soekarno mengatakan aka nada penjajah yang sama hidungnya, sama kulitnya dan sama bahasanya dengan kita. Bendera mungkin sebgai pengingat bahwa mereka adalah bangsa Indonesia juga yang harusnya tidak pernah terusir ditanah kelahiran mereka. Mungkin bendera itu juga sebagai pengingat bahwa merdeka diatas penjajahan adalah harga mati, dari manapun asal sang penjajah itu merdeka adalah harga mati.


Komentar

Postingan Populer