Tugas Kuliah dan Subhan

Tugas kuliah memaksaku untuk berkenalan dengan “kota dunia”, bukan tugas kuliah yang bergemelut dengan kertas-kertas putih dan tinda hitam yang terbungkus melalui teknologi canggih masa kini, melainkan tugas kuliah yang dibungkus dengan bahasa “pengabdian kepada masyarakat” yah itulah tugas kuliah untuk mahasiswa semester akhir sepertiku guna mempersiapkan diri untuk menyatu dalam masyarakat seolah-olah tempatku dahulu ibarat surga dan aku dikirim ke bumi untuk menjadi manusia yang seutuhnya.
Bukan pedesaan dengan hamparan luas persawahan dengan dihiasi pohon-pohon tua, tempatku kali ini menarik yakni didalam “hutan” yang dipenuhi dengan kendaraan, kelas sosial dan pohon-pohon beton yang menjulang tinggi tanpa memberikan kesejukan oleh manusia yang berkeliling disekitarnya.
“Kota Dunia” katanya, selalu digemborkan dengan bahasa yang sangat menggugah hati dengan semangat peradaban modern namun dibalut dengan kemewahan kapitalis dan embel-embel Negara yang pernah menghilangkan rasa kemanusiaan, yah itulah pandangan mereka para pejabat yang sekarang berada dalam ruang-ruang berpendingin dan “kereta” mesin yang sejuk.
Secara kebetulan ataukah tidak saya ditempatkan didaerah yang cukup rawan pada masanya, masa dimana semua orang masih menunggangi sepeda dan tanpa adanya jam malam dan ancaman gang-gang pemuda umur anak didikan yang harusnya dididik untuk menjadi penerus bangsa. Banyak saudara dari kampung halaman yang membekaliku dengan “ilmu” ketika mendengar bahwa disanalah aku mengabdikan diri sebagai mahasiswa yang sedikit lagi menjadi manusia.
Embel pendekar hukum melekat di”jidatku” sebagai salah satu senjata untuk bersosialisasi kepada masyarakat yang dikatakan garang selain kemampuan lariku dengan kuda besi. Pengalaman organisasi mempermudah diriku untuk mengakrabkan diri kepada masyarakat dan pemerintah kelurahan yang kadang saling menjatuhkan. Aneh memang sesuatu yang seharusnya menyatu tapi kenyataannya merupakan sesuatu ego yang saling berbenturan. Inilah salah satu pelajaran yang saya catat dalam jurnal sebagai formalitas.
Setelah bersosialisasi terhadap masyarakat selama beberapa minggu, akhirnya kami diterima dengan baik dan dianggapp sebagai warga baru disana, perasaan was-was pun semakin hari semakin menghilang beriring dengan bercampurnya ego. Bukan tentang uang yang kami bicarakan ketika perbincangan hangat terjadi, bukan pula tentang teknologi ataukah permainan baru para penguasa selain golf. Tapi tentang sesuatu yang ideal namun ditutupi dengan alas an realitas yang seperti demikian oleh para penguasa.
“kota dunia” katanya, namun yang kulihat hanyalah impian para pemilik ego yang mementingkan gengsi dengan “kota dunia”  lainnya. Penyerobotan tanah dimana-mana, janji yang belum ada buktinya, aman yang belum jua ada kabarnya, dan banyak hal yang entah mengapa menambah beban pikiran.
Ketakutanku bertambah tatkala bertemu dengan anak usia 13-an tahun dalam pertemuan yang sengaja kami rencanakan untuk memberikan pengetahuan hukum terhadap anak sejak dini, biarlah orang dewasa yang berkuasa menginjak hukum, asalkan penerus tahu hukum sebagai penyeimbang kota yang telah carut marut.
Namanya subhan, anak punggawa yang berbicara melalui “badik”. Dia telah lama menjadi pemimpin salah satu gang yang namanya tercoret didinding-dinding pagar rumah warga, anggotanya tidak seberapa, loyalitas anak muda jadi kunci bertahannya. Subhan pun tidak lepas dari jerat pergaulan yang seharusnya tidak dating kepadanya, keluar masuk tahanan polsek dengan berbagai macam kasus, yang mengherankan dia bangga terhadap hal itu seperti bangganya para koruptor ketika konferensi pers dengan senyum yang lebar tanpa ada penyesalan.
Dia pun seorang perokok berat, menggunakan “lem” sebagai bahan pelarian atau untuk menambah kepercayaan diri. Yah, fenomena “ngelem” dikalangan anak muda seusianya menjangkiti generasi penerus yang dibiarkan begitu saja oleh “pemain” politik yang senang dengan permainannya. Subhan tahu bahaya dan dampak tapi apa daya dia sudah terjerat demi menguras tenaga belianya yang menggebu-gebu.
Subhan bukan satu-satunya generasi penerus yang terjerat kotoran sosial, masih banyak lagi yang tak bisa disebut satu-persatu. Inilah kota dunia dengan tampilan luarnya yang begitu megah tapi entah siapa yang akan merawat gedung mewah nantinya, subhan kah ataukah anak seumurannya yang melakukan kegiatan diluar dari hitungan umurnya sendiri.
Rasa penasaran memaksaku untuk berpikir, bagaimana mungkin? Diusiaku dahulu rokok pun merupakan benda yang paling sakral untuk dilihat bahkan disentuh, sampai lem? Yang tugasnya untuk merekatkan? Muncullah jawaban-jawaban dari warga yang telah berpendidikan, “karena ruang terbuka tidak ada lagi, maka tidak ada lagi tempat anak-anak bermain, melampiaskan hasrat mudanya hingga jalan satu-satunya untuk mendapatkan kebahagiaan yah dengan cara seperti itu” muncul pertanyaan selnjutnya, banyak tempat-tempat olahraga kok di kota dunia ini, mall dengan megah dibangun, namun? “mereka adalah kalangan kelas bawah yang untuk makan pun susah, untuk ketempat olah raga haru bayar, ambil uang dari mana? Yah dari hasil operasi malamnya dengan teman-temannya menggunakan motor, itupun kalau berhasil, kalau mall? Bayar parkir saja bisa makan satu hari”.
Yah begitulah potret kota dunia, tugas kuliah memberikan saya realitas sosial bahwa ego dan gengsi pemimpin mempertaruhkan generasi penerus, bahkan masyarakat miskin kota yang hanya disamperi jikalau dekat pesta hura uang rakyat untuk menghasilkan pemimpin ego selanjutnya. Tugas Kuliah pun menambah kerutan dikening, ketika kota dunia tidak dibarengi dengan perkembangan manusia yang mendunia.
Semoga kota dunia nantinya bukan kota tua yang ditinggalkan karena generasi penerus sudah tidak mampu berpikir kreatif terkena kotoran sosial, bukan juga kota dunia yang menghasilkan generasi dan masyarakat yang bringas dan individualis, bukan juga kota dunia yang hanya menjadi bahan pamer penguasa yang berkuasa pada saat itu saja, melainkan kota yang diinginkan masyarakat, kota yang mengenalkan dunia iniliah kota kita bersama.

Catatan, nama bisa saja bukan asli untuk melindungi sang pemilik nama dari kotoran-kotoran para penguasa.

Komentar

Postingan Populer