Siapa Saya? Dimana Saya?



    Pertanyaan yang selalu muncul ketika seorang manusia datang ketempat yang belum pernah ia kunjungi, belum pernah ia ketahui. Pertanyaan itu akan selalu bergemelut dalam benak selama proses perkenalan tempat tersebut, sampai akhirnya muncul jawaban dari pertanyaan siapa saya? Dan dimana saya?
    Namun, terkadang pertanyaan itu tidak terjawab melalui proses bahkan setelah di ujung dari proses tersebut yang terkadang kita menyebutnya sebagai tujuan. Semua tempat adalah sekolah, dan waktu adalah guru.
    Tapi siapa saya? Dan dimana saya? Masih bergemelut dalam benak, akankah tampak terang jawabnya kelak, ataukah akan menjadi pertanyaan yang tiada kunjung hentinya. Karena sebuah idealisme tak bisa tertanamkan begitu saja, dan tak semua tanah cocok untuk bibit idealisme itu.
    Hidup bagaikan bunglon yang mampu beradaptasi, atau mati terhadap sebuah paham idealisme tersendiri, ataukah mencari idealisme yang sepaham. Bukannya lucu ketika kau menertawakan sesuatu yang tidak kau ketahui, ataukah kau menjawab pertanyaan yang tidak dipertanyakan.
    Mahasiswa hanya akan menjadi siswa yang belajar dalam bangku perkuliahan, dan tidak akan pernah menjadi mahasiswa ketika ego aku tidak berubah menjadi ego kita dalam sebuah komonitas. Pengalaman hanyalah sebatas sepatah kata yang kusam, dan dialog sinetron ketika tak ada yang kau dapatkan.
    Belajar untuk menghargai itu susah, karena hanya sebatas konseptual dan terlalu banyak orang yang memberikan contoh, namun hanya sedikit yang patut dicontoh. Lucu ketika mereka mengatakan A namun menyuruh untuk melakukan B, lucu ketika bersaudara namun bertikai, lucu ketika bersama namun mencela.
Terlalu banyak orang yang mampu memberikan kritikan, namun apakah ada orang yang mau menerima kritik? Bukan persoalan siapa yang ada terlebih dahulu, namun siapa yang tahu terlebih dahulu, siapa yang sadar terlebih dahulu.
    Kau terlalu mempermainkan perasaanmu dalam sebuah kehidupan yang notabenenya hanya sebuah panggung sandiwara, karena terkadang ucapan lewat mulut akan pedas layaknya cabai yang kau makan, lebih pedas lagi ucapan lewat mulut dibelakang kepala.
Berucap lewat lidah tak lagi didengarkan, karena akan menimbulkan kekosongan, bicara lewat hati hanya akan menciptakan dengki, bicara tanpa bicara tak akan memberikan solusi.

Komentar

Postingan Populer