Senyum Jalanan
Mereka sedang makan, apa yang mereka makan itulah makanan yang mereka maksud, meskipun hanya sebungkus nasi sisa tanpa lauk, itulah makanan mereka, mereka yang kurang beruntung dibanding orang-orang yang mengatakan dirinya beruntung.
Miris dan teriris hati melihat mereka yang makan, melihat apa yang mereka makan, mendengar apa yang mereka sebut dengan makanan.
Kau makan, apa yang kau inginkan, apa yang kau sebut dengan makanan, apa yang kau sebut dengan hasil pembuangan. itulah makanan kami, makanan orang-orang yang lebih, orang yang lebih memakan sampah, dibanding dengan uang haram.
Kalian akan terus begitu, terus menatap keatas untuk menaikkan derajat kalian, tanpa memperdulikan yang lain. kalian hanyalah segumpal daging dipenuhi oleh ulat-ulat kebohongan. apakah kalian tidak pernah merasa bahagia ketika merasakan sebuah penderitaan, karena hanya sebuah penderitaan yang dirasakan orang lain yang membuat anda tertawa terbahak-bahak.
Senyuman anak kecil kurang beruntung itu, menutupi kesedihan dan kekangan mendalam yang ia rasakan. apakah hanya kebodohan yang merasukki jiwa-jiwa orang dewasa yang tega memaksa anak sekecil mereka untuk mencari kasih, ataukah cekikan kerta yang bertuliskan sejumlah angka.
Masa depan anak sekecil itu hanya bernilaikan seribu rupiah, seribu rupiah yang mereka minta tanpa memperdulikan nafas-nafas yang terhembs melalui lubang tenggorokan orang lain, akan ada regenarasi selanjutnya, apakah seribu rupiah yang menjadi pengganti kalian-kalian yang sedang memegang besi-besi pembodohan ditangan kalian.
Tawa ceria mereka, bukankah itu pukulan yang menerpa wajah-wajah yang telah menutupi mata mereka dengan keegoisan, menutupi telingan mereka dengan kalimat-kalimat perjuangan. di tengah hutan beton ini, canda dan tawa tak lagi ada artinya bagi mereka yang tertindas.
Ditengah hutan beton ini, terpancang sebuah hukum, siapa yang dapat menaklukkan beton-beton bertingkat itu, merekalah yang hidup.
"usahamu untuk menjadi maju hanyalah sia-sia ketika kau tidak melihat apa yang ada dibelakangmu"
Miris dan teriris hati melihat mereka yang makan, melihat apa yang mereka makan, mendengar apa yang mereka sebut dengan makanan.
Kau makan, apa yang kau inginkan, apa yang kau sebut dengan makanan, apa yang kau sebut dengan hasil pembuangan. itulah makanan kami, makanan orang-orang yang lebih, orang yang lebih memakan sampah, dibanding dengan uang haram.
Kalian akan terus begitu, terus menatap keatas untuk menaikkan derajat kalian, tanpa memperdulikan yang lain. kalian hanyalah segumpal daging dipenuhi oleh ulat-ulat kebohongan. apakah kalian tidak pernah merasa bahagia ketika merasakan sebuah penderitaan, karena hanya sebuah penderitaan yang dirasakan orang lain yang membuat anda tertawa terbahak-bahak.
Senyuman anak kecil kurang beruntung itu, menutupi kesedihan dan kekangan mendalam yang ia rasakan. apakah hanya kebodohan yang merasukki jiwa-jiwa orang dewasa yang tega memaksa anak sekecil mereka untuk mencari kasih, ataukah cekikan kerta yang bertuliskan sejumlah angka.
Masa depan anak sekecil itu hanya bernilaikan seribu rupiah, seribu rupiah yang mereka minta tanpa memperdulikan nafas-nafas yang terhembs melalui lubang tenggorokan orang lain, akan ada regenarasi selanjutnya, apakah seribu rupiah yang menjadi pengganti kalian-kalian yang sedang memegang besi-besi pembodohan ditangan kalian.
Tawa ceria mereka, bukankah itu pukulan yang menerpa wajah-wajah yang telah menutupi mata mereka dengan keegoisan, menutupi telingan mereka dengan kalimat-kalimat perjuangan. di tengah hutan beton ini, canda dan tawa tak lagi ada artinya bagi mereka yang tertindas.
Ditengah hutan beton ini, terpancang sebuah hukum, siapa yang dapat menaklukkan beton-beton bertingkat itu, merekalah yang hidup.
"usahamu untuk menjadi maju hanyalah sia-sia ketika kau tidak melihat apa yang ada dibelakangmu"
Komentar
Posting Komentar